Tujuan-tujuan
dibentuknya suatu kelompok ditentukan oleh anggota-anggota kelompok, yang pada
akhirnya disepakati sebagai tujuan kelompok. Upaya untuk pencapaian tujuan-tujuan
kelompok tersebut terjadi pada fase pertengahan pengoperasian prakek pekerjaan
sosial dengan kelompok. Dua hal yang harus dilakukan pekerja sosial kelompok
pada fase ini, agar tujuan kelompok tercapai adalah pertama melakukan asesemen
terhadap kondisi-kondisi kelompok, dan kedua, memodifikasi (mengubah)
kondisi-kondisi yang bermasalah.
Charles
Garvin (1987) memberikan acuan untuk melakukan kedua hal tersebut. Asesmen
dilakukan terhadap kondisi-kondisi kelompok, struktur kelompok, proses kelompok,
budaya kelompok, sumber-sumber kelompok, transaksi dengan kelompok ekstra,
batas-batas kelompok dan iklim kelompok. Sedangkan modifikasi dilakukan melalui
individu, sub kelompok, kelompok secara keseluruhan, dan pengaruh lingkungan.
A. Asesmen Terhadap Kondisi-Kondisi
Kelompok
Pekerja
sosial kelompok (Group Worker) sebaiknya, melakukan asesmen secara kontinyu
terhadap kondisi-kondisi dalam kelompok, dan membantu anggota-anggota kelompok
mengubah kondisi-kondisi yang menghambat pencapaian tujuan, baik individu
maupun kelompok. Klasifikasi kondisi-kondisi kelompok tersebut adalah :
1.
Perkembangan
Kelompok Pada Fase Pertengahan
Pada
fase ini anggota kelompok menginvestasikan energinya dalam memulai atau
mengawali dan melaksanakan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan tujuan
mereka. Mereka mengembangkan proses untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
berikut :
a. Bagaimana
melakukan pendekatan masalah?
b. Bagaimana
menghadapi perbedaan opini?
c. Bagaimana
merespon anggota yang mengemukakan isu-isu minoritas?
Kemudian
kelompok akan menghadapi periode konflik, yang oleh Garlan, Jones, dan Kolodny
disebut sebagai “Power and Control”. Masing-masing anggota ingin menunjukkan
power dan mengontrol atau mengendalikan power anggota yang lain. Pada fase ini
kepemimpinan pekerja sosial ditantang.
Selama
fase ini, pekerja sosial harus memberikan dukungan bila kekohesifan disebabkan
oleh adanya konflik tersebut yang menimbulkan kecemasan bagi anggota-anggota
kelompok. Sehubungan dengan hal itu, pekerja sosial kelompok dan
anggota-anggota kelompok diharapkan dapat mengatasi konflik dengan pola-pola
kepemimpinan yang tepat dan merumuskan kembali tujuan-tujuan yang sebelumnya
telah disepakati. Pengalaman-pengalaman mengatasi konflik dapat menimbulkan
kedekatan (closeness) diantara anggota-anggota kelompok. Dengan demikian,
konflik dapat diatasi secara konstruktif didalam kelompok.
Bila
perasaan kedekatan diantara anggota kelompok berkembang, maka diantara
anggota-anggota kelompok akan lebih menekankan persamaan daripada perbedaan.
Akan tetapi, hal ini dapat menimbulkan derajat ketergantungan yang tidak
diharapkan, karena tidak kondusif untuk pencapaian tujuan-tujuan individual.
Pekerja sosial kelompok harus membantu upaya anggota-anggota kelompok dengan
mengutamakan individualitas mereka sama dengan komunitas mereka.
Anggota-anggota kelompok harus saling memperkuat keunikan masing-masing.
2.
Struktur
kelompok
Pekerja sosial kelompok
juga harus melakukan assesmen terhadap struktur kelompok. Struktur kelompok
tersebut adalah:
a. Struktur
Komunikasi
Pada
tahap ini, anggota kelompok sudah berkembang lebih akrab satu sama lain. Oleh
karena itu, komunikasi dikalangan anggota meningkat, sedangkan antara anggota
dengan pekerja sosial kelompok berkurang. Dalam situasi kehidupan mereka,
pekerja sosial kelompok harus mempelajari cara-cara anggota-anggota kelompok
berkomunikasi. Apakah ada yang mendominasi suatu diskusi, banyak bicara kepada
pekerja sosial, atau menarik diri dari interaksi, mungkin ada beberapa anggota
kelompok yang hanya berbicara tentang topik-topik tertentu. Hal ini berhubungan
dengan keinginan menjamin penguatan perilaku tertentu, atau dengan harapan
mendapat respon pada emosi tertentu. Pekerja sosial kelompok harus mengubah
pola komunikasi demikian.
b.
Struktur Sosiometrik
Pekerja
sosial kelompok melakukan assesmen terhadap hakekat terbentuknya sub kelompok
di dalam kelompok. Hal ini dilakukan dengan mengamati siapa memilih
berinteraksi dengan siapa. Siapa dengan siapa datang dan pergi meninggalkan
pertemuan, serta mengamati ekspresi saling memelihara dan saling menyikapi
diantara anggota kelompok. Permasalahan yang sering muncul adalah seorang
anggota kelompok menguatkan perilaku bermasalah anggota kelompok yang lain, sub
kelompok menggunakan cara destruktif untuk mengendalikan kelompok, mengisolasi
anggota-anggota kelompok yang tidak disukai, konflik antar anggota yang dapat
mengurangi kekohesifan kelompok.
c.
Struktur Power
David
W. Johnson dan Frank P. Johnson (1991) mendefinisikan power sebagai kontrol
aktual terhadap perilaku orang, kapasitas mempengaruhi perilaku orang lain,
kapasitas mempengaruhi reward dan costs seseorang lain, kemampuan seseorang
membuat orang lain berperilaku dengan cara tertentu, dan kapasitas mempengaruhi
pencapaian tujuan orang lain. Beberapa anggota kelompok (mendominasi) dan juga
terhadap proses kelompok. Isu-isu yang serig terjadi adalah:
1) Anggota
kelompok menantang otoritas pekerja sosial dengan cara yang rusak (destruktif).
2) Anggota
kelompok memanipulasi anggota yang lain agar tidak merespon pada tujuan
kelompok.
3) Anggota
kelompok memaksa anggota yang lain untuk melakukan kegiatan yang menyimpang.
4) Ketidakmampuan
pekerja sosial untuk membatasi perilaku yang destruktif pada individu atau
seluruh kelompok.
5) Penggunaan
power dari luar (guru, orang tua, suami, istri) terhadap anggota kelompok yang
lain dengan cara-cara negatif.
Pekerja
sosiala harus menganalisis sumber power (mengontrol sumber-sumber tersebut,
mampu menghukum, berfungsi sebagai model peranan) yang dimiliki oleh pekerja
sosial, anggota-anggota kelompok dan orang-orang diluar kelompok. Pekerja
sosial harus mengontrol power, yang berdasarkan hasil analisis merugikan
keefektifan kelompok.
d.
Struktur Peranan
Menurut C.
Garvin (1987) sruktur peranan terdiri atas siapa menduduki posisi apa yang
diakui secara formal, misalnya:
Sebagai
ketua , sekretaris, dan sebagainya. Selain itu siapa menduduki posisi yang
diciptakan/timbul oleh kegiatan-kegiatan kelompok misalnya : moderator, pembawa
acara, ahli doa, dan sebagainya, demikian pula dengan siapa yang memenuhi
kategori-kategori yang tumbuh dari interaksi yang lebih informal dalam
kelompok, misalnya : perantara, pelawak, penentang dan lain-lain. Pertanyaannya
: apakah anggota-anggota kelompok memilik skill untuk melaksanakan tanggung
jawab mereka? Masalahnya : anggota kelompok dapa mengunci diri pada
peranan-peranan yang disfungsional bagi mereka. Misalnya : seorang anggota
kelompok bertahan menjadi notulen yang mengakibatkan ia tidak pernah belajar
atau berlatih kemampuan verbal (berbicara di depan khalayak). Atau, seorang
anggota bertahan menjadi ketua, padahal ia tidak memiliki kemampuan manajerial.
Seperti ungkapan anekdot berikut : “sang badut harus berperilaku secara
serius”. Dimana ada badut berperilaku serius, karena badut harus selalu
melawak. Mediator harus memihak, dimanapun mediator tidak boleh memihak. Orang
pasif harus bersikap tegas. Pada fase pertengahan in, kelompok harus memberikan
kesepatan pada anggota-anggota untuk mencoba peranan-peranan baru.
3.
Proses
Kelompok
Proses
adalah kontinyuitas tindakan, pelaksanaan, atau serangkaian perubahan yang
terjadi dalam hal tertentu. Proses didefinisikan sebagai perubahan-perubahan
yang terjadi dalam kondisi-kondisi kelompok. Proses kelompok adalah memriksa
urutan (sequence) spesifik dari peristiwa-peristiwa dalam sesi kelompok untuk
menyelidiki pola, peristiwa kausal, atau akibat dari urutan-urutan tindakan.
Batasan
dimensi proses kelompok adalah sebagai berikut:
a. Penentuan
tujuan, yaitu tindakan anggota kelompok dalam menentukan tujuan.
b. Pencapaian
tujuan, yakni segala sesuatu yang dilakukan bukan oleh anggota untuk mencapai
tujuan.
c. Nilai
dan norma, berhubungan dengan tujuan-tujuan kelompok dan cara-cara kelomopok-kelompok
bertindak untuk mencapainya.
d. Perbedaan
peranan mengacu pada perubahan struktur peranan kelompok.
e. Komunikasi
interaksi, mengacu pada penyampaian pesan-pesan anggota satu sama lain, seperti
yang mereka definisikan dan melaksanakan oeranan-peranan mereka tersebut.
f. Pemecahan
konflik pengendali perilaku, mengacu pada interaksi-interaksi yang terjadi
antara anggota-anggota kelompok dengan pengendalian ketegaran perilaku.
g. Emosi,
kegiatan yang berorientasi interaksi tertutup, yang mencakup memelihara/merawat,
seperti pengaruh negative yang di alami anggota satu sama lain.
B.
Modifikasi
Kondisi-kondisi Kelompok
Pada
diskusi terdahulu digamabarkan cara melakukan asesmen terhadap kondisi-kondisi
kelompok berikut ini kita akan mendiskusikan cara-cara pekerja sosial kelompok
bertindak untuk mempengaruhi dan /atau memudahkan upaya anggota kelompok untuk
mengubah kondisi-kondisi kelompok tersebut.
Cara
mengubah kondisi kwlompok yang berhubungan dengan tipe system kegiatan:
1. Berinteraksi
dengan satu anggota kelompok (didepan anggota yang lain atau secara pribadi).
2. Berinteraksi
dengan beberapa orang anggota kelompok.
3. Berinteraksi
dengan seluruh kelompok.
4. Berinteraksi
dengan orang-orang diluar kelompok.
Secara lebih rinci
penjelasan – penjelasan cara-cara perubahan tersebut adalah sebagai berikut :
1.
Memodifikasi
kondisi kelompok melalui individu-individu
Satu
cara mempengaruhi kelompok adalah dengan berinteraksi dengan satu anggota dari
kelompok. Seorang anggota kelompok dapat memiliki pengaruh signifikan pada
kondisi kelompok bila :
a. Memiliki
tugas yang harus dilaksanankan untuk kelompok.
b. Memiliki
power yang perlu dipertimbangkan dalam kelompok.
c. Mempunyai
fungsi kritis dalam kelompok.
Misalnya : ‘tugas yang
harus dilaksanankan’ anggota yang merancang kegiatan kelompok. Menjamin
sumber-sumber untuk kelompok (informasi,peralatan). Peranan tertentu : sebagai
pengamat, ketua, sekretaris, atau wasit (referee).
Pekerja sosial kelompok
bila perlu akan memudahkan cara anggota melaksanakan peranan-peranan tersebut,
sehingga memberikan kontribusi pada proses pencaoaiaan tujuan.
2.
Memodifikasi
kondisi kelompok melalui sub kelompok
Sub
kelompok mungkin men-sabotase kelompok, misalnya : dengan menjadi
oposan/menentang tujuan-tujuan atau kegiatan-kegiatan, atau dengan memberontak
menentang tindakan-tindakan pekerja sosial. Penyebabnya : anggota sub kelompok ingin mencari tempat
dalam kelompok, dan ingin mendapat pengakuan dari kelompokatas keunikan mereka
dan mereka tidak dapat menemukan melalui perilaku yang dapat diterima.
Pekerja sosial dapat
melakukan :
a. Mendiskusikan
legitimasi keinginan-keinginan mempengaruhi kelompok dengan anggota-anggota sub
kelompok yang berkaitan.
b. Pekerja
sosial bertindak menciptakan peranan yang berguna bagi anggota-anggota sub
kelompok tersebut.
c. Sub
kelompok dibantu untuk merencanakan
kegiatan-kegiatan untuk kelompok secara keseluruhan.
3.
Memodifikasi
kondisi kelompok melaui kelompok secara keseluruhan
Hal ini dapat dilakukan
dengan :
a. Mengubah
atribusi kelompok
b. Memodifikasi
perilaku anggota (mereinforcement)
c. Menggunakan
tugas dan kegiatan
d. Mengubah
norma kelompok
e. Meningkatkan
kemampuan memecahkan masalah:
Masalah
bersifat khusus secara detail, anggota
kelompok menentukan apakah proses pemecahan masalah kelompok dapat terjadi .
anggota kelompok berorientasi pada
pemecahan masalah , tujuan yang dicapai melalui pemecahan masalah bersifat
spesifik mencari informasi untuk membantu anggota – anggota kelompok
menggerakan solusi yang memungkinkan, dan mengevaluasi solusi – solusi
tersebut. Alternatif solusi di evaluasi, pilih salah satu alternatif,
rencanakan rincian pelaksanaan alternatif yang dipilih.
f. Mengubah
Keadaan Emosi
Bila anggota tegang,
diskusikan faktanya, eksplorasi sumber – sumber ketegangannya, misalnya atasi
dengan prosedur relaksasi, menurunkan otot – otot yang tegang.
4.
Memodifikasi
Kondisi – Kondisi Kelompok Melalui Pengaruh – Pengaruh Dari Lingkungan
a. Pengaruh
lembaga : misalnya mengubah tujuan kelompok, mengubah tempat atau ruang,
mengubah komposisi kelompok.
b. Pengaruh
keluarga : adakan pertemuan antara keluarga dan kelompok anak – anak.
c. Pengaruh
masyarakat : sebuah lembaga pelayanan kelompok membentuk kelompok anak – anak
yang dirujuk oleh seorang lokal setempat karena kesulitan yang dialami di dalam
kelas.
5.
Menggunakan
Model Untuk Mengubah Kondisi Kelompok
Harus menentukkan
kondisi kelompok yang memelihara atau menimbulkan masalah dan kemudian
menentukan atau memilih alat untuk mengubah kondisi tersebut. Misalnya :
a. Masalah
kelompok : anggota – anggota tidak cukup menarik bagi kelompok. Ini dapat
disebabkan oleh :
1) Anggota
berada pada tahap sebelum tahap perkembangan.
2) Iklim
kelompok : penuh kemarahan dan ketakutan.
3) Batas
– batas kelompok tidak jelas.
Pekerja
sosial harus memperkenalkan program kegiatan :
1) Memperkenalkan
kegiatan yang akan mempengaruhi iklim kelompok, jika iklim kelompok menjadi
masalah.
2) Membantu
menemukan cara – cara santai atau rileks, jika cemas.
3) Memventilasi
perasaan, jika sedang marah.
b. Masalah
kelompok: anggota berpandangan bahwa kelompok tidak akan membantu mereka
mencapai tujuan mereka. Pekerja sosial dapat membantu anggota memilih kegiatan
yang kondusif untuk pencapaian tujuan.
c. Masalah
kelompok: anggota-anggota kelompok konflik dan saling menjatuhkan. Masalah ini
disebabkan oleh struktur power yang disfungsional dalam kelompok. Dalam hal ini
pekerja sosial dapat membantu agar anggota-anggota kelompok saling berbicara.
d. Masalah
kelompok: beberapa anggota kelompok menentang tujuan lembaga yang mengarah pada
kreasi lembaga atau sponsorship kelompok. Pekerja sosial dapat membantu anggota
kelompok untuk mempertimbangkan norma-norma mereka yang menghambat tujuan
mereka.
0 comments:
Post a Comment