Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Labels

Social Icons

Saturday, May 19, 2012

UPAYA PENCAPAIAN TUJUAN-TUJUAN KELOMPOK MELALUI PERUBAHAN-PERUBAHAN DALAM KONDISI KELOMPOK


Tujuan-tujuan dibentuknya suatu kelompok ditentukan oleh anggota-anggota kelompok, yang pada akhirnya disepakati sebagai tujuan kelompok. Upaya untuk pencapaian tujuan-tujuan kelompok tersebut terjadi pada fase pertengahan pengoperasian prakek pekerjaan sosial dengan kelompok. Dua hal yang harus dilakukan pekerja sosial kelompok pada fase ini, agar tujuan kelompok tercapai adalah pertama melakukan asesemen terhadap kondisi-kondisi kelompok, dan kedua, memodifikasi (mengubah) kondisi-kondisi yang bermasalah.
Charles Garvin (1987) memberikan acuan untuk melakukan kedua hal tersebut. Asesmen dilakukan terhadap kondisi-kondisi kelompok, struktur kelompok, proses kelompok, budaya kelompok, sumber-sumber kelompok, transaksi dengan kelompok ekstra, batas-batas kelompok dan iklim kelompok. Sedangkan modifikasi dilakukan melalui individu, sub kelompok, kelompok secara keseluruhan, dan pengaruh lingkungan.
A.  Asesmen Terhadap Kondisi-Kondisi Kelompok
Pekerja sosial kelompok (Group Worker) sebaiknya, melakukan asesmen secara kontinyu terhadap kondisi-kondisi dalam kelompok, dan membantu anggota-anggota kelompok mengubah kondisi-kondisi yang menghambat pencapaian tujuan, baik individu maupun kelompok. Klasifikasi kondisi-kondisi kelompok tersebut adalah :
1.    Perkembangan Kelompok Pada Fase Pertengahan
Pada fase ini anggota kelompok menginvestasikan energinya dalam memulai atau mengawali dan melaksanakan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan tujuan mereka. Mereka mengembangkan proses untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut :
a.     Bagaimana melakukan pendekatan masalah?
b.    Bagaimana menghadapi perbedaan opini?
c.     Bagaimana merespon anggota yang mengemukakan isu-isu minoritas?
Kemudian kelompok akan menghadapi periode konflik, yang oleh Garlan, Jones, dan Kolodny disebut sebagai “Power and Control”. Masing-masing anggota ingin menunjukkan power dan mengontrol atau mengendalikan power anggota yang lain. Pada fase ini kepemimpinan pekerja sosial ditantang.
Selama fase ini, pekerja sosial harus memberikan dukungan bila kekohesifan disebabkan oleh adanya konflik tersebut yang menimbulkan kecemasan bagi anggota-anggota kelompok. Sehubungan dengan hal itu, pekerja sosial kelompok dan anggota-anggota kelompok diharapkan dapat mengatasi konflik dengan pola-pola kepemimpinan yang tepat dan merumuskan kembali tujuan-tujuan yang sebelumnya telah disepakati. Pengalaman-pengalaman mengatasi konflik dapat menimbulkan kedekatan (closeness) diantara anggota-anggota kelompok. Dengan demikian, konflik dapat diatasi secara konstruktif didalam kelompok.
Bila perasaan kedekatan diantara anggota kelompok berkembang, maka diantara anggota-anggota kelompok akan lebih menekankan persamaan daripada perbedaan. Akan tetapi, hal ini dapat menimbulkan derajat ketergantungan yang tidak diharapkan, karena tidak kondusif untuk pencapaian tujuan-tujuan individual. Pekerja sosial kelompok harus membantu upaya anggota-anggota kelompok dengan mengutamakan individualitas mereka sama dengan komunitas mereka. Anggota-anggota kelompok harus saling memperkuat keunikan masing-masing.

2.    Struktur kelompok
Pekerja sosial kelompok juga harus melakukan assesmen terhadap struktur kelompok. Struktur kelompok tersebut adalah:
a.     Struktur Komunikasi
Pada tahap ini, anggota kelompok sudah berkembang lebih akrab satu sama lain. Oleh karena itu, komunikasi dikalangan anggota meningkat, sedangkan antara anggota dengan pekerja sosial kelompok berkurang. Dalam situasi kehidupan mereka, pekerja sosial kelompok harus mempelajari cara-cara anggota-anggota kelompok berkomunikasi. Apakah ada yang mendominasi suatu diskusi, banyak bicara kepada pekerja sosial, atau menarik diri dari interaksi, mungkin ada beberapa anggota kelompok yang hanya berbicara tentang topik-topik tertentu. Hal ini berhubungan dengan keinginan menjamin penguatan perilaku tertentu, atau dengan harapan mendapat respon pada emosi tertentu. Pekerja sosial kelompok harus mengubah pola komunikasi demikian.

b.      Struktur Sosiometrik
Pekerja sosial kelompok melakukan assesmen terhadap hakekat terbentuknya sub kelompok di dalam kelompok. Hal ini dilakukan dengan mengamati siapa memilih berinteraksi dengan siapa. Siapa dengan siapa datang dan pergi meninggalkan pertemuan, serta mengamati ekspresi saling memelihara dan saling menyikapi diantara anggota kelompok. Permasalahan yang sering muncul adalah seorang anggota kelompok menguatkan perilaku bermasalah anggota kelompok yang lain, sub kelompok menggunakan cara destruktif untuk mengendalikan kelompok, mengisolasi anggota-anggota kelompok yang tidak disukai, konflik antar anggota yang dapat mengurangi kekohesifan kelompok.

c.       Struktur Power
David W. Johnson dan Frank P. Johnson (1991) mendefinisikan power sebagai kontrol aktual terhadap perilaku orang, kapasitas mempengaruhi perilaku orang lain, kapasitas mempengaruhi reward dan costs seseorang lain, kemampuan seseorang membuat orang lain berperilaku dengan cara tertentu, dan kapasitas mempengaruhi pencapaian tujuan orang lain. Beberapa anggota kelompok (mendominasi) dan juga terhadap proses kelompok. Isu-isu yang serig terjadi adalah:
1)   Anggota kelompok menantang otoritas pekerja sosial dengan cara yang rusak (destruktif).
2)   Anggota kelompok memanipulasi anggota yang lain agar tidak merespon pada tujuan kelompok.
3)   Anggota kelompok memaksa anggota yang lain untuk melakukan kegiatan yang menyimpang.
4)   Ketidakmampuan pekerja sosial untuk membatasi perilaku yang destruktif pada individu atau seluruh kelompok.
5)   Penggunaan power dari luar (guru, orang tua, suami, istri) terhadap anggota kelompok yang lain dengan cara-cara negatif.
Pekerja sosiala harus menganalisis sumber power (mengontrol sumber-sumber tersebut, mampu menghukum, berfungsi sebagai model peranan) yang dimiliki oleh pekerja sosial, anggota-anggota kelompok dan orang-orang diluar kelompok. Pekerja sosial harus mengontrol power, yang berdasarkan hasil analisis merugikan keefektifan kelompok.

d.      Struktur Peranan
Menurut C. Garvin (1987) sruktur peranan terdiri atas siapa menduduki posisi apa yang diakui secara formal, misalnya:
Sebagai ketua , sekretaris, dan sebagainya. Selain itu siapa menduduki posisi yang diciptakan/timbul oleh kegiatan-kegiatan kelompok misalnya : moderator, pembawa acara, ahli doa, dan sebagainya, demikian pula dengan siapa yang memenuhi kategori-kategori yang tumbuh dari interaksi yang lebih informal dalam kelompok, misalnya : perantara, pelawak, penentang dan lain-lain. Pertanyaannya : apakah anggota-anggota kelompok memilik skill untuk melaksanakan tanggung jawab mereka? Masalahnya : anggota kelompok dapa mengunci diri pada peranan-peranan yang disfungsional bagi mereka. Misalnya : seorang anggota kelompok bertahan menjadi notulen yang mengakibatkan ia tidak pernah belajar atau berlatih kemampuan verbal (berbicara di depan khalayak). Atau, seorang anggota bertahan menjadi ketua, padahal ia tidak memiliki kemampuan manajerial. Seperti ungkapan anekdot berikut : “sang badut harus berperilaku secara serius”. Dimana ada badut berperilaku serius, karena badut harus selalu melawak. Mediator harus memihak, dimanapun mediator tidak boleh memihak. Orang pasif harus bersikap tegas. Pada fase pertengahan in, kelompok harus memberikan kesepatan pada anggota-anggota untuk mencoba peranan-peranan baru.
3.    Proses Kelompok
Proses adalah kontinyuitas tindakan, pelaksanaan, atau serangkaian perubahan yang terjadi dalam hal tertentu. Proses didefinisikan sebagai perubahan-perubahan yang terjadi dalam kondisi-kondisi kelompok. Proses kelompok adalah memriksa urutan (sequence) spesifik dari peristiwa-peristiwa dalam sesi kelompok untuk menyelidiki pola, peristiwa kausal, atau akibat dari urutan-urutan tindakan.
Batasan dimensi proses kelompok adalah sebagai berikut:
a.       Penentuan tujuan, yaitu tindakan anggota kelompok dalam menentukan tujuan.
b.      Pencapaian tujuan, yakni segala sesuatu yang dilakukan bukan oleh anggota untuk mencapai tujuan.
c.       Nilai dan norma, berhubungan dengan tujuan-tujuan kelompok dan cara-cara kelomopok-kelompok bertindak untuk mencapainya.
d.      Perbedaan peranan mengacu pada perubahan struktur peranan kelompok.
e.       Komunikasi interaksi, mengacu pada penyampaian pesan-pesan anggota satu sama lain, seperti yang mereka definisikan dan melaksanakan oeranan-peranan mereka tersebut.
f.       Pemecahan konflik pengendali perilaku, mengacu pada interaksi-interaksi yang terjadi antara anggota-anggota kelompok dengan pengendalian ketegaran perilaku.
g.      Emosi, kegiatan yang berorientasi interaksi tertutup, yang mencakup memelihara/merawat, seperti pengaruh negative yang di alami anggota satu sama lain.

B.   Modifikasi Kondisi-kondisi Kelompok
Pada diskusi terdahulu digamabarkan cara melakukan asesmen terhadap kondisi-kondisi kelompok berikut ini kita akan mendiskusikan cara-cara pekerja sosial kelompok bertindak untuk mempengaruhi dan /atau memudahkan upaya anggota kelompok untuk mengubah kondisi-kondisi kelompok tersebut.
Cara mengubah kondisi kwlompok yang berhubungan dengan tipe system kegiatan:
1.      Berinteraksi dengan satu anggota kelompok (didepan anggota yang lain atau secara pribadi).
2.      Berinteraksi dengan beberapa orang anggota kelompok.
3.      Berinteraksi dengan seluruh kelompok.
4.      Berinteraksi dengan orang-orang diluar kelompok.
Secara lebih rinci penjelasan – penjelasan cara-cara perubahan tersebut adalah sebagai berikut :
1.    Memodifikasi kondisi kelompok melalui individu-individu
Satu cara mempengaruhi kelompok adalah dengan berinteraksi dengan satu anggota dari kelompok. Seorang anggota kelompok dapat memiliki pengaruh signifikan pada kondisi kelompok bila :
a.    Memiliki tugas yang harus dilaksanankan untuk kelompok.
b.    Memiliki power yang perlu dipertimbangkan dalam kelompok.
c.    Mempunyai fungsi kritis dalam kelompok.
Misalnya : ‘tugas yang harus dilaksanankan’ anggota yang merancang kegiatan kelompok. Menjamin sumber-sumber untuk kelompok (informasi,peralatan). Peranan tertentu : sebagai pengamat, ketua, sekretaris, atau wasit (referee).

Pekerja sosial kelompok bila perlu akan memudahkan cara anggota melaksanakan peranan-peranan tersebut, sehingga memberikan kontribusi pada proses pencaoaiaan tujuan.

2.    Memodifikasi kondisi kelompok melalui sub kelompok
Sub kelompok mungkin men-sabotase kelompok, misalnya : dengan menjadi oposan/menentang tujuan-tujuan atau kegiatan-kegiatan, atau dengan memberontak menentang tindakan-tindakan pekerja sosial. Penyebabnya :  anggota sub kelompok ingin mencari tempat dalam kelompok, dan ingin mendapat pengakuan dari kelompokatas keunikan mereka dan mereka tidak dapat menemukan melalui perilaku yang dapat diterima.
Pekerja sosial dapat melakukan :
a.    Mendiskusikan legitimasi keinginan-keinginan mempengaruhi kelompok dengan anggota-anggota sub kelompok yang berkaitan.
b.    Pekerja sosial bertindak menciptakan peranan yang berguna bagi anggota-anggota sub kelompok tersebut.
c.    Sub kelompok dibantu untuk  merencanakan kegiatan-kegiatan untuk kelompok secara keseluruhan.

3.    Memodifikasi kondisi kelompok melaui kelompok secara keseluruhan
Hal ini dapat dilakukan dengan :
a.    Mengubah atribusi kelompok
b.    Memodifikasi perilaku anggota (mereinforcement)
c.    Menggunakan tugas dan kegiatan
d.   Mengubah norma kelompok
e.    Meningkatkan kemampuan memecahkan masalah:
Masalah bersifat khusus  secara detail, anggota kelompok menentukan apakah proses pemecahan masalah kelompok dapat terjadi . anggota kelompok  berorientasi pada pemecahan masalah , tujuan yang dicapai melalui pemecahan masalah bersifat spesifik mencari informasi untuk membantu anggota – anggota kelompok menggerakan solusi yang memungkinkan, dan mengevaluasi solusi – solusi tersebut. Alternatif solusi di evaluasi, pilih salah satu alternatif, rencanakan rincian pelaksanaan alternatif yang dipilih.
f.    Mengubah Keadaan Emosi
Bila anggota tegang, diskusikan faktanya, eksplorasi sumber – sumber ketegangannya, misalnya atasi dengan prosedur relaksasi, menurunkan otot – otot yang tegang.

4.    Memodifikasi Kondisi – Kondisi Kelompok Melalui Pengaruh – Pengaruh Dari Lingkungan
a.       Pengaruh lembaga : misalnya mengubah tujuan kelompok, mengubah tempat atau ruang, mengubah komposisi kelompok.
b.      Pengaruh keluarga : adakan pertemuan antara keluarga dan kelompok anak – anak.
c.       Pengaruh masyarakat : sebuah lembaga pelayanan kelompok membentuk kelompok anak – anak yang dirujuk oleh seorang lokal setempat karena kesulitan yang dialami di dalam kelas.

5.    Menggunakan Model Untuk Mengubah Kondisi Kelompok
Harus menentukkan kondisi kelompok yang memelihara atau menimbulkan masalah dan kemudian menentukan atau memilih alat untuk mengubah kondisi tersebut. Misalnya :
a.    Masalah kelompok : anggota – anggota tidak cukup menarik bagi kelompok. Ini dapat disebabkan oleh :
1)   Anggota berada pada tahap sebelum tahap perkembangan.
2)   Iklim kelompok : penuh kemarahan dan ketakutan.
3)   Batas – batas kelompok tidak jelas.

Pekerja sosial harus memperkenalkan program kegiatan :
1)   Memperkenalkan kegiatan yang akan mempengaruhi iklim kelompok, jika iklim kelompok menjadi masalah.
2)   Membantu menemukan cara – cara santai atau rileks, jika cemas.
3)   Memventilasi perasaan, jika sedang marah.

b.    Masalah kelompok: anggota berpandangan bahwa kelompok tidak akan membantu mereka mencapai tujuan mereka. Pekerja sosial dapat membantu anggota memilih kegiatan yang kondusif untuk pencapaian tujuan.
c.    Masalah kelompok: anggota-anggota kelompok konflik dan saling menjatuhkan. Masalah ini disebabkan oleh struktur power yang disfungsional dalam kelompok. Dalam hal ini pekerja sosial dapat membantu agar anggota-anggota kelompok saling berbicara.
d.   Masalah kelompok: beberapa anggota kelompok menentang tujuan lembaga yang mengarah pada kreasi lembaga atau sponsorship kelompok. Pekerja sosial dapat membantu anggota kelompok untuk mempertimbangkan norma-norma mereka yang menghambat tujuan mereka.





0 comments:

Post a Comment