BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Intervensi krisis merupakan suatu
intervensi ringkas yang terfokus
pada upaya memobilisir kekuatan-kekuatan
dan sumber-sumber klien untuk mengatasi suatu situasi krisis dan memperbaiki
tingkat penanggulangan, kepercayaan dan pemecahan masalah. Menurut Eaton
dan Roberts (2009, halaman 207), suatu
krisis dapat ditimbulkan oleh setiap peristiwa yang sangat menekan atau traumatik, seperti yang dirasakan oleh
klien, dimana individu tidak memiliki kekuatan – kekuatan ego atau mengatasi kemampuan – kemampuan untuk secara efektif
menghadapi masalah yang ada sekarang ini.
Intervensi krisis didasarkan atas teori krisis yang berbunyi bahwa individu – individu memiliki
mekanisme – mekanisme penanggulangan untuk menghadapi
peristiwa – peristiwa yang menekan,
namun dalam beberapa situasi, peristiwa – peristiwa tersebut merentangkan
individu – individu diluar kemampuan – kemampuan penanggulangan normal mereka dan
melemparkannya ke dalam
suatu kesimpulan ketakseimbangan. Bila strategi – strategi dan mekanisme
penanggulangan
dari individu – individu itu gagal menyebut
peristiwa tersebut dan kekuatan – kekuatan serta sumber – sumbernya tak cukup memadai untuk
menghadapi peristiwa tersebut, maka individu – individu merasa situasi itu
sebagai suatu krisis. Sasaran dari
intervensi krisis itu adalah untuk
membahas krisis itu dengan strategi – strategi penanggulangan, membantu individu – individu memperbaiki tingkat
penanggulangan, kepercayaan dan pemecahan masalah mereka dan
memungkinkan individu – individu untuk menarik kekuatan – kekuatan baru yang
teridentifikasi, sumber – sumber dan mekanisme – mekanisme penanggulangan bila menghadapi
penekan – penekan di masa depan.
Walaupun pengalaman krisis itu
mungkin saja traumatik bagi individu – individu, maka
pengalaman ini dapat berlaku sebagai kesempatan untuk pertumbuhan dan
perkembangan (2005). Intervensi
krisis itu tepat untuk pekerjaan dengan
individu – individu, keluarga – keluarga dan/atau komunitas – komunitas yang dengan segera
mengikuti suatu situasi krisis dan dalam jangka pendek dalam sifat dasarnya, berakhir
hanya antara satu
sampai enam minggu. Badan – badan profesional yang berintervensi/campurtangan
dalam situasi – situasi krisis melekat pada
model – model intervensi krisis yang berbeda, namun dalam pekerjaan
sosial, kesehatan mental dan profesi – profesi penyuluhan, model tujuh tahap dari Roberts (1991) adalah
model intervensi krisis yang paling luas
diakui dan dimanfaatkan.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa yang dimaksud
dengan krisis?
2.
Apa karakteristik
dari krisis?
3.
Apa yang dimaksud intervensi
krisis?
4.
Bagaimana Asal mula intervensi krisis?
5.
Apa tujuan dari
intervensi krisis?
6.
Apa prinsip dari
intervensi krisis?
7.
Apa sifat dari
intervensi krisis?
8.
Sebutkan dan jelaskan tujuh
tahap intervensi krisis?
9.
Sebutkan kelebihan dan
kelemahan intervensi krisis?
10. Sebutkan dan jelaskan peran pekerjaan sosial dalam
intervensi krisis?
C.
Tujuan
Tujuan
yang ingin dicapai agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami pengertian krisis dan
intervensi krisis, apa karakteristik dari krisis, bagaimana
asal mula dari intervensi krisis, tujuan dari intervensi krisis,
prinsip dari intervensi krisis, sifat dari
intervensi krisis, tahap intervensi krisis, kelebihan dan kelemahan intervensi
krisis serta dan peran pekerjaan sosial dalam intervensi krisis.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Definisi
Krisis
Roberts dan Yeager mendefinisikan suatu krisis sebagai suatu respons subyektif
terhadap suatu peristiwa hidup yang menekan atau traumatik atau sederet
peristiwa – peristiwa yang dirasakan oleh
seseorang sebagai hal yang berbahaya, mengancam, atau amat mengganggu, yang
tidak terpecahkan menggunakan metoda – metoda penanggulangan
tradisional.
Suatu krisis berbeda dengan suatu
situasi yang menekan. Walaupun merasa tak nyaman dan seringkali
kecemasan yang menggusarkan, namun individu – individu sanggup memanfaatkan
mekanisme – mekanisme penanggulangan untuk
mengatasi suatu situasi yang menekan, sedangkan dalam situasi – situasi krisis, mekanisme – mekanisme penanggulangan lama
dari individu – individu itu tidak bekerja dan
individu – individu tak sanggup menanggulangi
dan mengatasi situasi tersebut (Wright, 1991).
Sebagaimana diilustrasikan
sebelumnya, masing – masing orang bisa saja
memandang suatu situasi atau peristiwa dalam suatu cara yang berbeda, seseorang bisa saja
memandangnya sebagai suatu situasi yang menekan dan mengatasi rintangan
tersebut sementara orang lain mungkin saja tak sanggup menyesuaikan
diri atau menanggulangi situasi tersebut dan dengan demikian merasakannya
sebagai suatu krisis. Perbedaan ini acapkali merupakan suatu akibat dari
kepribadian, sumber – sumber, dukungan – dukungan, dan
keterampilan – keterampilan penanggulangan dan
pengalaman – pengalaman masa lampau seseorang dengan penekan – penekan atau stressor – stressor (Roberts dan Yeager, 2009).
Oleh sebab itu, suatu krisis
diawali atau diprakarsai melalui suatu kombinasi atau gabungan dari tiga faktor yang saling terkait, yakni:
(1) Suatu
peristiwa yang menekan atau berbahaya
(2) Persepsi
individu tentang peristiwa tersebut
(3) Kesanggupan
dari mekanisme – mekanisme dan sumber – sumber penanggulangan individu
untuk mengatasi peristiwa tersebut (Roberts, 2005).
Selama suatu krisis dipandang
sebagai hal yang subyektif, terdapat sejumlah peristiwa – peristiwa yang dapat berlaku
sebagai suatu peristiwa yang menekan, traumatik atau berbahaya bagi individu – individu, keluarga – keluarga dan/atau komunitas – komunitas. Peristiwa – peristiwa dapat bersifat personal
atau swasta (private), yang seringkali mempengaruhi individu-individu dan/atau
keluarga-keluarga dan dapat meliputi peristiwa-peristiwa misalnya kehilangan
orang yang dikasihi, kontemplasi/ bermenung-menung tentang bunuh diri, pikiran-pikiran
yang merugikan diri sendiri atau orang lain, penyerangan atau victimization (penipuan atau
pengorbanan), transisi-transisi hidup yang sulit (sebagai contohnya perceraian, keuangan, pengangguran,
perubahan-perubahan mental atau fisiologis.
B.
Karakteristik Krisis
Menurut Roberts, seseorang dalam krisis
seringkali dilukiskan oleh adanya karakteristik-karakteristik berikut ini:
(1) Merasakan
suatu peristiwa yang mengendap sebagai hal yang penuh makna dan mengancam
(2) Kelihatan
tak sanggup
memodifikasi atau mengurangi dampak dari peristiwa-peristiwa yang menekan
dengan metoda-metoda penanggulangan tradisional
(3) Mengalami
meningkatnya rasa takut, ketegangan dan/atau kebingungan
(4) Memperlihatkan
tingginya tingkat rasa tak nyaman subyektif
(5) Berjalan
dengan cepat sampai ke suatu keadaan krisis yang aktif, suatu keadaan
ketaksetimbangan.
C. Definisi Intervensi Krisis
Intervensi krisis adalah metode pemberian bantuan
terhadap mereka yang tertimpa krisis, di mana masalah yang membutuhkan
penanganan yang cepat dapat segera diselesaikan dan keseimbangan psikis yang dipulihkan. Intervensi
krisis merupakan suatu intervensi ringkas yang dirancangkan dan khususnya
digunakan untuk membantu individu-individu, keluarga-keluarga dan/atau
komunitas-komunitas untuk mengatasi suatu krisis yang dirasakan dan memperbaiki
tingkatan penanggulangannya. Suatu krisis adalah suatu istilah subyektif,
khususnya dimana krisis dari satu orang akan merupakan tantangan dari orang
lain.
Dua orang menghadapi situasi yang
sama bisa saja memandang kesanggupannya
untuk mengatasi dan menanggulangi peristiwa itu secara sangat berbeda. Satu
orang bisa saja bereaksi dengan mekanisme-mekanisme penanggulangannya dan
mengatasi peristiwa tersebut,
sedangkan mekanisme-mekanisme penanggulangan
lama dari orang lain mungkin saja secara tak tepat membahas
peristiwa tersebut dan orang itu terlempar masuk ke dalam suatu situasi
krisis.
.
Intervensi krisis berusaha mencoba untuk
ikut campurtangan dalam situasi krisis tersebut dengan cara bekerjasama dengan
sistem yaitu (keluarga, komunitas)
untuk mendapatkan kembali mekanisme-mekanisme penanggulangan yang telah
terbentuk dan sumber-sumber atau mengembangkan mekanisme-mekanisme dan
sumber-sumber penanggulangan yang baru yang dapat dimanfaatkan untuk menggempur
peristiwa yang menekan atau berbahaya dan mencegah masalah-masalah psikologis
atau fisiologis lebih lanjut.
Intervensi krisis dapat memberikan suatu
kesempatan bagi pertumbuhan dan perkembangan pribadi dengan cara membangkitkan
kekuatan-kekuatan lama, sumber-sumber dan keterampilan-keterampilan penanggulangan
dari individu dan, pada waktu yang sama, mendorong perkembangan
kekuatan-kekuatan baru, sumber-sumber dan keterampilan-keterampilan
penanggulangan yang baru semuanya yang dapat dimanfaatkan ketika menghadapi
suatu peristiwa yang menekan atau berbahaya di masa depan.
Menurut Roberts, sasaran akhir dari intervensi krisis itu adalah untuk mendukung/menyokong
metoda-metoda pelanggan yang ada atau menolong individu-individu membangun
kembali kemampuan-kemampuan penanggulangan dan pemecahan masalah seraya menolong
mereka untuk mengambil langkah-langkah konkret
ke arah upaya mengelola perasaan-perasaan mereka dan mengembangkan suatu
rencana aksi.
D.
Asal
Mula Intervensi Krisis
Intervensi
krisis sebagai suatu teori dan metode formal terutama sekali dikembangkan oleh
para psychiatrist Amerika pada tahun 1940-an dan 1950-an, khususnya melalui
karya-karya dari Erich Lindemann dan Gerald Caplan. Lindemann (1944) mulai
mengembangkan suatu teori krisis yang didasarkan atas penelitiannya terhadap reaksi-reaksi
dan proses-proses menyedihkan (berduka cita) dari orang-orang yang selamat atau
masih hidup dan keluarga serta sahabat-sahabat yang kehilangan orang-orang yang
mereka kasihi dalam kebakaran
nightclub Coconut Grove di Boston,
Massachusetts, dimana 493 orang tewas.
Lindman menyelidiki tahap-tahap psikologis dari
duka cita
dari orang-orang yang selamat dan sanak famili, yang meletakkan fondasi dari para pakar teori masa
depan untuk lebih lanjut terbangun diatas teori krisis. Caplan adalah salah seorang
dari para pakar teori tersebut yang memperluas karya Lindemann dan
menghubungkan intervensi krisis dengan konsep-konsep yang digunakan dalam teori
sistem-sistem sosial, misalnya homeostasis, keadaan mantap dan
ketidaksetimbangan.
Caplan (1961,1964) berteori bahwa
suatu krisis merupakan akibat dari individu yang mengalami suatu peristiwa
dimana mekanisme-mekanisme dan sumber-sumber penanggulangan normal tak sanggup
menghadapi secara efektif peristiwa tersebut, yang pada gilirannya
mengakibatkan suatu gangguan dalam keadaan mantap si individu tersebut dan
selanjutnya, kesukaran atau kesusahan psikologis dan fisiologis. Model kesetimbangan ini
dengan demikian memerlukan intervensi/campurtangan dengan individu-individu
untuk mngembalikan mereka ke suatu keadaan mantap dimana mereka dapat secara
efektif memanfaatkan kekuatan-kekuatan, sumber-sumber dan mekanisme-mekanisme
penanggulangan mereka untuk menjamin pertumbuhan dan
perkembangan.
Lydia Rapoport (1962,1967), seorang praktisi
pekerjaan sosial, selanjutnya menyusun karya teori krisis dari Caplan (1961) dengan
memanfaatkan sistem-sistem sosial,
teminologi teori dan mengakui bahwa suatu krisis merupakan suatu disrupsi
terhadap keadaan mantap dari individu. Dia berargumentasi bahwa suatu keadaan
krisis ditimbulkan oleh tiga faktor yang saling terkait berikut ini, yakni:
(1) suatu
peristiwa berbahaya
(2) suatu
ancaman terhadap sasaran-sasaran hidup
(3) ketidaksanggupan
untuk menanggapi mekanisme-mekanisme penanggulangan yang cukup memadai (Roberts, 2005)
Oleh sebab itu, intervensi krisis
memerlukan suatu fokus pada upaya dengan cepat mengembalikan individu tersebut
ke suatu keadaan mantap atau homeostasis.
Para pakar teori dan para praktisi
dalam pekerjaan sosial dan profesi-profesi kesehatan mental terus berlanjut
untuk memperhatikan model intervensi krisis, terutama sekali sehubungan dengan
krisis-krisis kesehatan mental (Scott, 1974; Bott, 1976), pertimbangan-pertimbangan
etis (O’Hagan , 1986; 1991) atau penggabungan dari pendekatan kognitif dan
perilaku (Thompson, 1991). Tulisan-tulisan dan penelitian intervensi krisis
yang bertalian dengan profesi pekerjaan
sosial tersusun pada karya-karya dari Albert Roberts yang adalah Profesor
Pengadilan Pidana di Universitas Rutgers dan yang mengembangkan model
intervensi krisis.
Teori intervensi krisis di jaman
modern ini masih bisa memanfaatkan terminologi istilah-istilah sosial, tetapi
mengakui bahwa intervensi krisis bukan hanya mengembalikan seseorang ke suatu
keadaan pra-ada yakni (homeostasis), melainkan
juga agaknya melibatkan upaya memperbaiki penanggulangan, kepercayaan,
pemecahan masalah,
kekuatan-kekuatan dan sumber-sumber untuk memaksimumkan kesanggupan individu
untuk mengatasi penekan-penekan (stressors) di masa depan.
Intervensi krisis dipandang sebagai upaya memberikan suatu kesempatan untuk
pertumbuhan dan perubahan.
E.
Tujuan Intervensi Krisis
Tujuan
dari intervensi krisis antara lain:
a)
secara klasik bertujuan
untuk memutus serangkaian peristiwa yang mengarah pada gangguan kenormalan
keberfungsian orang.
b)
untuk mengembalikan individu ke tingkat
fungsi sebelum krisis.
c)
untuk
mendukung/menyokong metoda-metoda pelanggan yang ada atau menolong individu-individu
membangun kembali kemampuan-kemampuan penanggulangan dan pemecahan masalah seraya menolong
mereka untuk mengambil langkah-langkah konkret
ke arah upaya mengelola perasaan-perasaan mereka dan mengembangkan suatu
rencana aksi.
d)
dapat memberikan suatu
kesempatan bagi pertumbuhan dan perkembangan pribadi dengan cara membangkitkan
kekuatan-kekuatan lama, sumber-sumber dan keterampilan-keterampilan
penanggulangan dari individu dan, pada waktu yang sama, mendorong perkembangan
kekuatan-kekuatan baru, sumber-sumber dan keterampilan-keterampilan
penanggulangan yang baru semuanya yang dapat dimanfaatkan ketika menghadapi
suatu peristiwa yang menekan atau berbahaya di masa depan
F.
Prinsip
Intervensi Krisis
1. Tujuan intervensi krisis adalah
mengembalikan individu ke tingkat fungsi sebelum krisis.
2. Penekanan intervensi ini adalah
memperkuat dan mendukung aspek-aspek kesehatan dari fungsi individu.
3. Dalam intervensi krisis, pendekatan
pemecahan masalah digunakan secara sistematis (serupa dengan proses
keperawatan), yang meliputi:
a. Mengkaji persepsi individu terhadap
masalah, serta mengkaji kelebihan dan kekurangan sistem pendukung
individu dan keluarga.
b. Merencanakan hasil yang spesifik dan
tujuan yang didasarkan pada prioritas.
c. Memberikan penanganan langsung (misal: menyediakan rumah singgah bila klien
diusir dari rumah, merujuk klien ke ”rumah
perlindungan” bila terjadi penganiyaan oleh suami atau istri).
d. Mengevaluasi hasil dari intervensi.
4. Hierarki Maslow. Kerangka kerja Hierarki Maslow tentang kebutuhan
dapat membantu menentukan prioritas intervensi, meliputi:
a. Sumber daya fisik diperlukan untuk
bertahan hidup (misal: makanan, rumah singgah, keselamatan).
b. Sumber daya sosial diperlukan untuk
mendapatkan kembali rasa memiliki (misal: dukungan keluarga, jaringan kerja sosial,
dan dukungan komunitas).
c. Sumber daya psikologis diperlukan
untuk mendapatkan kembali harga diri (misal: penguatan yang positif dan pencapaian tujuan).
5. Petugas intervensi krisis. Peran
petugas intervensi krisis mencakup berbagai fungsi seperti berikut ini:
a. Membentuk hubungan dan mengomunikasikan
harapan serta optimisme.
b. Melaksanakan peran yang aktif dan
mengarahkan, bila perlu.
c. Memberikan anjuran dan alternatif
(missal: membuat rujukan ke lembaga yang
tepat, seperti lembaga kesejahteraan anak atau klinik medis).
d. Membantu klien memilih alternatif.
e. Bekerja sama dengan profesional lain
untuk mendapatkan layanan dan sumber daya yang diperlukan klien.
G.
Sifat
Intervensi Krisis
Sifat dari pendekatan intervensi krisis
adalah penanganan
yang harus cepat dapat segera diselesaikan dan keseimbangan psikis yang dipulihkan dalam pemberian bantuan terhadap mereka
yang tertimpa krisis yaitu seperti individu – individu, keluarga – keluarga dan/atau komunitas – komunitas dalam jangka pendek
pada sifat dasarnya dan berakhir hanya antara satu sampai enam minggu.
H.
Tujuh
Tahap Intervensi Krisis
Model
intervensi krisis dari Roberts (1991,2005)
terdiri dari tujuh tahap yang
dilalui oleh para pekerja (dan para pekerja krisis lainnya) dan klien-klien
secara kolaboratif mengalami kemajuan dalam upaya mengatasi suatu situasi
krisis tahapan
tersebut maju dari satu tahap ke tahap lain, namun dalam kenyataan sesungguhnya,
beberapa tahap saling melengkapi
atau digunakan saling bergandengan dengan satu sama lainnya. Tahapan itu
adalah:
1.
merencanakan
dan melakukan penilaian krisis dan biopsikososial (lethality)
2.
Membuat laporan dan dengan cepat menetapkan hubungan
3.
Mengidentifikasikan dimensi-dimensi dari
masalah-masalah yang ada sekarang
4.
Menjelajahi perasaan-perasaan dan emosi-emosi
5.
Membangkitkan dan menjelajahi alternatif-alternatif
6.
Membuat dan merumuskan suatu rencana aksi
7. Menindaklanjuti
rencana dan kesepakatan
Penjelasan:
1.
Tahap 1: merencanakan dan melakukan penilaian krisis
dan biopsikososial
Tahap pertama
melakukan penilaian biopsikososial dengan klien tentang kesehatan klien, baik
mental dan fisik, serta sosial. Kesehatan klien dinilai dengan
menjelajahi obat yang dibutuhkan (yaitu over the counter obat, obat resep), setiap
kebutuhan medis, penggunaan obat-obatan atau alkohol saat ini (termasuk nama obat yang digunakan, lalu
digunakan dan jumlah yang digunakan), atau gejala yang timbul akibat dari zat-zat yang telah digunakan. Pekerja sosial harus menanyakan tentang siapa yang mendukung
klien apakah lingkungan sosial dan sumber daya yang tersedia. Tahap ini
sering dilakukan dalam hubungannya dengan tahap 2.
2.
Tahap 2: membuat laporan dan dengan cepat
menetapkan hubungan.
Tahap ini sering dilakukan dalam hubungannya dengan
tahap 1. Pekerja sosial dapat memulai kontak pertama dengan
klien. Pekerja sosial harus cepat
membangun hubungan dengan klien dalam rangka untuk mengumpulkan informasi dan
bekerja untuk mengatasi situasi krisis. Pekerja sosial harus memanfaatkan pendekatan orang berpusat (Rogers, 1957) di mana
mereka menunjukkan keaslian hal bersyarat, positif dan empati dengan klien. Eaton dan Roberts
(2009) menekankan pentingnya pertemuan klien dengan pekerja sosial di mana
mereka saat menjaga penampilan tenang dan dalam kendali. Sebagai contoh, jika klien menyatakan
bahwa dia mendengar suara ibunya sudah meninggal, pekerja sosial seharusnya
tidak menanyakan pernyataan ini, melainkan, memungkinkan klien untuk terus
mendiskusikan pikiran, perasaan dan pengalaman saat mendengarkan dengan penuh
perhatian.
3.
Tahap 3: Mengidentifikasikan dimensi-dimensi dari
masalah-masalah yang ada sekarang
Sambil terus membangun hubungan dengan klien, pekerja
sosial harus mulai mengumpulkan informasi tentang situasi krisis dan penyebab
masalah. Dalam mengumpulkan informasi ini, pekerja sosial harus
menggunakan pertanyaan terbuka yang memungkinkan klien untuk menguraikan
masalah dan penyebab masalah tersebut, dan sepenuhnya mengungkapkan pengalaman
dan cerita.
4.
Tahap 4: Menjelajahi
perasaan-perasaan dan emosi-emosi
Tahap ini sering digunakan dalam hubungannya dengan
tahap 3 dimana pekerja sosial menggunakan pertanyaan-pertanyaan terbuka dan
keterampilan mendengarkan ketika klien menyajikan masalah dan penyebab masalah. Saat klien menceritakan
kisahnya, pekerja sosial harus menganggap dan empati, dan harus mengakui dan
memvalidasi perasaan klien saat ini dan emosi. Mendengarkan secara aktif oleh pekerja sosial, mencakup mendorong dan mengakui
pernyataan, dan pernyataan reflektif, di mana pekerja sosial mencerminkan
kembali ke klien semua atau aspek apa yang klien baru saja katakan dalam upaya untuk
mendorong klien untuk membahas masalah ini lebih lanjut serta menjamin pekerja
sosial benar menafsirkan pernyataan klien.
Sebagai contoh:
Klien : Saya tidak tahu bagaimana aku bisa
terus seperti ini.
Pekerja sosial : Anda kuwalahan. Sesuatu harus
berubah.
Pekerja sosial dapat mencerminkan
kembali perasaan dan emosi yang tersirat dalam pernyataan dalam upaya untuk
mendukung klien dan mendorong dia untuk melanjutkan diskusi dengan pekerja
sosial.
Sebagai
contoh:
Klien : Saya berharap memiliki seseorang
untuk diajak bicara. Tidak ada orang yang memahami apa yang saya alami.
Pekerja sosial : Anda merasa sangat kesepian sekarang.
Tahap ini
sangat penting dimana klien merasa bahwa pengalaman mereka, perasaan dan emosi
sedang diakui dan didukung.
5.
Tahap 5: Membangkitkan dan
menjelajahi alternatif-alternatif
Sementara tahap 3 memunculkan masalah klien, tahap 5
mulai merumuskan alternatif untuk masalah ini dan mengidentifikasi untuk
menangani masalah ini. Pekerja sosial dan klien bekerja sama untuk mengidentifikasi mengubah individu
dan mekanisme koping yang dapat meringankan masalah yang diajukan. Pekerja sosial dapat memulai proses ini dengan
mengajukan solusi yang berfokus pada klien dengan pertanyaan dalam upaya untuk
membawa kekuatan klien. Dalam proses ini, pekerja sosial dan klien dapat mulai
membangun cara-cara alternatif untuk mengatasi masalah, menyajikan serta memastikan pekerja sosial
memberi perhatian pada konsekuensi dan pikiran klien dan perasaan tentang
setiap alternatif. Meskipun ini harus sebuah proses kolaboratif, mungkin akan ada situasi di mana klien tidak
dapat membuat keputusan mengenai alternatif, misalnya, ketika klien memerlukan
rawat inap karena kondisi kesehatan atau
ancaman-ancaman yang menggangu.
6.
Tahap 6: melaksanakan rencana aksi
Alternatif untuk masalah yang diajukan diidentifikasi,
pekerja sosial dan klien dapat mulai melaksanakan rencana aksi. Ini adalah asumsi
bahwa klien mempunyai mental dan fisik untuk mampu terlibat dalam rencana
tersebut, untuk contoh seperti yang disebut di atas, jika klien memerlukan rawat
inap segera, Pekerja sosial harus melaksanakan rencana intervensi krisis tanpa melakukan
mitra kolaboratif dalam proses pada tahap ini, sehingga pekerja sosial dan
klien mengidentifikasi rencana aksi (atau langkah-langkah) yang disepakati untuk
dilaksanakan.
7.
Tahap 7: Menindak-lanjuti
rencana dan kesepakatan
Pekerja sosial harus menindaklanjuti dengan klien
setelah intervensi krisis awal untuk menentukan status rencana tindakan dan
untuk memastikan situasi krisis ini diselesaikan atau ditangani (Eaton dan
Roberts, 2009). Sesi tindak lanjut dapat terjadi melalui telepon atau
melalui sesi tatap muka.
I.
Kelebihan dan Kelemahan Intervensi Krisis
Adapun kelebihan dan kelemahan Intervensi Krisis yaitu
sebagai berikut:
Kelebihan intervensi Krisis:
1.
Intervensi krisis adalah
metode singkat yang difokuskan secara khusus untuk
mengurangi krisis
situasi dan membantu orang meningkatkan mengatasi mereka, keyakinan dan kemampuan
memecahkan masalah. Metode
ini dirancang khusus untuk situasi krisis dan dapat diadaptasi oleh pekerja sosial
untuk menyalakan berbagai situasi krisis dan cepat meringankan masalah krisis.
2.
Karena sifat singkat intervensi krisis, metode ini dapat digunakan dalam
hubungannya dengan teori-teori dan metode lainnya. Sebagai contoh, seorang pekerja sosial dapat mengimplementasikan model tujuh tahap krisis intervensi dengan keluarga untuk meringankan krisis saat ini dan kemudian beralih keteori lain atau metode (yaitu,
terapi perilaku kognitif, tugas berpusat pekerjaan sosial) untuk mengurangi tambahan
atau yang mendasari masalah.
hubungannya dengan teori-teori dan metode lainnya. Sebagai contoh, seorang pekerja sosial dapat mengimplementasikan model tujuh tahap krisis intervensi dengan keluarga untuk meringankan krisis saat ini dan kemudian beralih keteori lain atau metode (yaitu,
terapi perilaku kognitif, tugas berpusat pekerjaan sosial) untuk mengurangi tambahan
atau yang mendasari masalah.
Kelemahan
Intervensi Krisis:
1.
Intervensi
krisis berusaha untuk
meringankan masalah yang diajukan
dan tidak selalu
mampu mengatasi masalah mendasar yang mungkin berkontribusi terhadap masalah
yang diajukan, seperti
diskriminasi, penindasan dan/ atau kemiskinan (Payne,
2005). Meskipun pekerja sosial dapat
menerapkan krisis antar konvensi untuk meringankan situasi krisis, mereka harus memperhatikan mendasari isu-isu yang
mungkin berkontribusi terhadap masalah yang diajukan atau krisis, dan di mana mungkin
berusaha untuk mengatasi masalah ini melalui tindak lanjut janji atau melalui
referensi ke sumber daya lain.
2. Intervensi krisis sulit untuk diterapkan kepada klien yang tidak menerima
dengan keterlibatan pekerja sosial. Penilaian intervensi krisis diperlukan
pekerja sosial untuk mengumpulkan informasi dari klien atau seseorang yang dapat menjawab pertanyaan pada dirinya atau atas namanya. Tanpa informasi penilaian, pekerja sosial mungkin mengalami kesulitan mengembangkan rencana aksi.
dengan keterlibatan pekerja sosial. Penilaian intervensi krisis diperlukan
pekerja sosial untuk mengumpulkan informasi dari klien atau seseorang yang dapat menjawab pertanyaan pada dirinya atau atas namanya. Tanpa informasi penilaian, pekerja sosial mungkin mengalami kesulitan mengembangkan rencana aksi.
3. Kolaborasi sejati adalah sulit untuk
berlatih dalam segala situasi krisis. Ada beberapa situasi di mana pekerja
sosial akan harus melaksanakan rencana aksi
melawan keinginan klien, seperti menghubungi polisi atau jasa darurat, keburukan untuk menjamin keamanan klien. Meskipun pekerja sosial harus berusaha untuk berkolaborasi dengan klien setiap saat ada beberapa situasi di mana mereka akan dihadapkan dengan pengambilan keputusan tersebut dan ini harus dilakukan bekerjasama dengan seorang supervisor atau kolega.
melawan keinginan klien, seperti menghubungi polisi atau jasa darurat, keburukan untuk menjamin keamanan klien. Meskipun pekerja sosial harus berusaha untuk berkolaborasi dengan klien setiap saat ada beberapa situasi di mana mereka akan dihadapkan dengan pengambilan keputusan tersebut dan ini harus dilakukan bekerjasama dengan seorang supervisor atau kolega.
J.
Peran Pekerja
Sosial dalam Pendekatan Intervensi Krisis
Ada beberapa peran pekerja sosial untuk
mengatasi klien pada pendekatan intervensi krisis, yaitu sebagai berikut:
a. Sebagai broker
(perantara)
Pekerja sosial bekerja sama dengan profesional lain
untuk mendapatkan layanan dan sumber daya yang diperlukan klien.
b. Sebagai advisor
(nasehat)
Pekerja sosial memberikan anjuran dan alternatif
(missal: menasehati
kliennya agar membuat
rujukan ke lembaga yang tepat, seperti lembaga kesejahteraan anak atau klinik
medis).
c. Sebagai conferee
Menurut
Middleman dan Goldberg peranan ini menggambarkan dalam suatu situasi dimana dua
atau lebih orang yang berkonsultasi bersama, mendiskusikan dan membandingkan
opini-opininya, berunding, serta merencanakan kegiatan yang akan dilakukan
serta konferensi. Aktifitas utama yang dalam peranan ini adalah upaya pemecahan
masalah serta peningkatan proses komunikasi.
Jadi peran pekerja sosial di sini yaitu
membentuk
hubungan dan mengomunikasikan harapan serta optimisme terhadap
kliennya.
d. Sebagai
motivator
Pekerja sosial memberikan motivasi atau dukungan kepada
klien supaya klien bersedia melakukan perubahan intervensi krisis, bila perlu melaksanakan peran yang aktif dan
mengarahkan.
e.
Sebagai
Fasilitator
Melakukan aksi-aksi yang erat hubungannya dalam
hal memberikan kesempatan, mendongkrak semangat, dan daya dukungan bagi hidup klien. Lewat fasilitator, problem klien akan mendapat semacam model yang akan menjembatani
ia pada solusi yang diharapkan.
Jadi pekerja sosial disini
membantu klien memilih alternatif
f.
Sebagai
Pendidik
Para
pekerja sosial pun haruslah mampu menjadikan dirinya sebagai pendidik. Dalam
arti bukanlah sebagai guru, tetapi mengajarkan hal-hal yang selama ini tidak
benar dalam
masalah klien.
Pekerja sosial harus mengaktifkan diri dalam memberikan input positif dan
langsung berdasarkan kemampuannya. Salah satu tugas pekerja sosial sebagai pendidik adalah mampu menyampaikan informasi,
membangun kesadaran kolektif menggelar pelatihan yang tepat dan bermanfaat bagi
klien, bahkan harus mampu melakukan konfrontasi.
BAB
III
PENUTUP
Intervensi Krisis
adalah metode pemberian bantuan terhadap
mereka yang tertimpa krisis, di mana membutuhkan penanganan yang cepat dapat
segera diselesaikan dan keseimbangan psikis yang dipulihkan. Intervensi krisis
ini bertujuan untuk mengembalikan
individu ke tingkat fungsi sebelum krisis dan digunakan
untuk membantu individu-individu, keluarga-keluarga dan/atau
komunitas-komunitas untuk mengatasi suatu krisis yang dirasakan dan memperbaiki
tingkatan penanggulangannya.
Intervensi krisis memilki metode dimana memilki 7
tahap yaitu merencanakan dan
melakukan penilaian krisis dan biopsikososial,membuat laporan dan dengan cepat
menetapkan hubungan, mengidentifikasikan
dimensi-dimensi dari masalah-masalah yang ada sekarang, menjelajahi
perasaan-perasaan dan emosi-emosi, membangkitkan
dan menjelajahi alternatif-alternatif, membangkitkan
dan menjelajahi alternatif-alternatif dan menindak lanjuti rencana dan
kesepakatan.
DAFTAR PUSTAKA
Teater,Barbra.2010.
An introduction to applying social work
theories and methods. New York
Diunduh
pada tanggal 25 Maret 2012 hari Minggu pukul 10.30 WIB
Diunduh
pada tanggal 26 Maret 2012 hari Senin pukul 09.30 WIB
0 comments:
Post a Comment